Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP)
adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang
didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan
proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang
dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive)
yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman
bagi konsumen.
Tujuan
dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah
terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna
memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu
sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan
didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya sistem HACCP akan
mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain
itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global
yang memiliki daya saing kompetitif.
Pada
beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak industri
pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya kesadaran
masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan pangan,
penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh permintaan konsumen
terutama dari negara pengimpor.
Penerapan
HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak
manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar penerapan HACCP ini
sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar industri pangan yaitu,
telah diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard
Sanitation Operational Procedure (SSOP).
Beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan penerapan sistem
HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang
dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan
berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir
yang bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif
, dan mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste .
SEJARAH HACCP
Konsep HACCP pertama kali
dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di Amerika Serikat bersama-sama dengan
US Army Nautics Research and Development Laboratories, The National
Aeronautics and Space Administration serta US Air Force Space Laboratory
Project Group pada tahun 1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk
dikonsumsi astronot pada gravitasi nol. Untuk itu dikembangkan makanan
berukuran kecil ( bite size ) yang dilapisi dengan pelapis edible yang
menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi udara. Misi terpenting dalam
pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk agar para astronot
tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu dikembangkan pendekatan yang dapat
memberi jaminan mendekati 100% aman.
Tim tersebut akhirnya sampai pada
kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk mendapatkan jaminan tertinggi adalah
dengan sistem pencegahan dan penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep yang
saat ini dikenal sebagai HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat
mengendalikan titik-titik atau daerah-daerah yang mungkin menyebabkan bahaya.
Masalah bahaya ini didekati dengan cara mengamati satu per satu bahan baku
proses dari sejak di lapangan sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang
dipertimbangkan adalah bahaya patogen, logam berat, toksin, bahaya fisik, dan
kimia serta perlakuan yang mungkin dapat mengurangi cemaran tersebut. Disamping
itu, dilakukan pula analisis terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang
terlibat pada produksi pangan tersebut.
Pada tahun 1971, untuk pertama
kalinya sistem HACCP ini dipaparkan kepada masyarakat di negara Amerika Serikat
di dalam suatu Konferensi Nasional Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury
mendapat kontrak untuk memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug
Adminstration (FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh
Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan secara sukses
diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah.
Pada tahun 1985, The National
Academy of Scienses (NAS) merekomendasikan penerapan HACCP dalam
publikasinya yang berjudul An Evaluation of The Role of Microbiological
Criteria for Foods and Food Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian
menyimpulkan bahwa sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan
jaminan kemanan pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan produk akhir.
Selain NAS, lembaga internasional
seperti International Commission on Microbiological Spesification for Foods (ICMSF)
juga menerima konsep HACCP dan memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat.
Ketika NAS membentuk The National Advisory Commitee on Microbiological
Criteria for Foods (NACMCF), maka konsep HACCP makin dikembangkan dengan
disusunnya 7 prinsip HACCP yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian
diadopsi oleh berbagai badan internasional seperti Codex Alimentarius
Commission (CAC) yang kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia
termasuk Indonesia .
PENERAPAN
HACCP DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEAMANAN PANGAN
Konsep HACCP merupakan suatu metode
manajemen keamanan pangan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada
prinsip-prinsip yang sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi
hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai
persediaan makanan, dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah
munculnya hazard tersebut. HACCP merupakan akronim yang digunakan untuk
mewakili suatu sistem hazard dan titik kendali kriti (Hazard analysis and
critical control point).
HACCP merupakan suatu sistem manajemen keamanan makanan yang sudah terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Identifikasi letak suatu hazard yang mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan pengendalian yang dibutuhkan akan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya. Hal ini untuk memastikan bahwa keamanan makanan memang dikelola dengan efektif dan untuk menurunkan ketergantungan pada metode tradisional seperti inspeksi dan pengujian.
HACCP merupakan suatu sistem manajemen keamanan makanan yang sudah terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Identifikasi letak suatu hazard yang mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan pengendalian yang dibutuhkan akan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya. Hal ini untuk memastikan bahwa keamanan makanan memang dikelola dengan efektif dan untuk menurunkan ketergantungan pada metode tradisional seperti inspeksi dan pengujian.
PRINSIP HACCP
Dalam aplikasinya HACCP mengacu pada
beberapa prinsip utama, yaitu :
Prinsip I: mengidentifikasi potensi
bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahapan, mulai dari
usaha tani, penanganan, pengolahan dipabrik dan distribusi sampai kepada titik
produk panga dikonsumsi. Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan
tindakan pencegahan untuk pengendaliannya.
Prinsip 2: menentukan titik atau
tahap operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau
mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya tersebut (CCP:critical control point).
CCP berarti setiap tahapan di dalam produksi pangan dan atau pabrik yang
meliputi sejak diterimanya bahan bakunya dan atau diproduksi, panen, diangkut,
formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya.
Prinsip 3: Menetapkan batas kritis
yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam kendali.
Prinsip 4: Menetapkan sistem
pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian dan
pengamatan.
Prinsip 5: Menetapkan tindakan
perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa CCP
tertentu tidak terkendali.
Prinsip 6: Menetapkan prosedur
ferivikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang
menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
Prinsip 7: Mengembangkan dokumentasi
mengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan
penerapannya.
HACCP
sebagai sistem yang memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan
Dalam industri pangan, masalah
keamanan pangan dapat dipastikan menjadi perioritas utama dan tidak dapat
ditawar-tawar walaupun kadang-kadang hal itu di utarakan secara tertulis.
Sehingga usaha untuk mencegah terjadinya bahaya keamanan pangan pada umumnya
menjadi perioritas, sehingga pada umunya industry mencari suatu sistem yang mampu
diterapkan dengan sistem pencegahan, sehingga HACCP menjadi pilihan banyak
industry pangan karena HACCP merupakan sistem pengendalian keamanan pangan
berdasarkan tindakan pencegahan.
Dalam perkembangannya sistem HACCP
ini telah dirasakan telah memberikan efisiensi jaminan keamanan pangan karena
beberapa hal, yaitu:
- Sistemnya sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan.
- Merupakan Cost-effective System karena focus pada titik-titik yang kritis terhadap pangan, mengurangi resiko produksi, dan dapat menghasilkan produk yang aman.
- Membuat personil terinformasi akan keputusan-keputusan tentang keamanan pangan dan menghilangkan bias dalam keputusan-keputusannya.
- Menjamin personil dilatih sesuai dengan keputusan penerapan HACCP.
- HACCP telah menjadi sistem keamanan pangan yang universal sehingga akan diterima dimana saja, baik oleh klien maupun regulasi.
- Sistemnya sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan.
- Merupakan Cost-effective System karena focus pada titik-titik yang kritis terhadap pangan, mengurangi resiko produksi, dan dapat menghasilkan produk yang aman.
- Membuat personil terinformasi akan keputusan-keputusan tentang keamanan pangan dan menghilangkan bias dalam keputusan-keputusannya.
- Menjamin personil dilatih sesuai dengan keputusan penerapan HACCP.
- HACCP telah menjadi sistem keamanan pangan yang universal sehingga akan diterima dimana saja, baik oleh klien maupun regulasi.
Kebutuhan
akan sistem keamanan pangan yang efektif
Dalam sistem keamanan pangan
konvensional kita mengenal adanya penerapan GMP (Good Manufacturing
Practices)/GFP (Good Farming Practices)/GDP (Good Distribution Practices)
kemudian pengendalian hygiene, serta inspeksi produk akhir. Sistem konvensional
ini belum memberikan jaminan keamanan secara memadai, dan khususnya tingkat
ketelusurannya yang rendah. Dalam perkembangan tuntunan keamanan pangan yang
lebih baik dan ditemukannya HACCP serta sistem-sistem lainnya, maka dapat
dirumuskan suatu sistem keamanan pangan yang mencakup pre-requisite program
(persyaratan dasar), prinsip-prinsip HACCP dan program universal manajemen
mutu.
Kelemahan-kelemahan
HACCP
Dari perkembangannya HACCP terus di
“up date” untuk memeperbaiki kekurangan-kekurangannya, dari alasan pengembangan
tersebut terdapat beberapa kelemahan yang mungkin timbul pada penerapannya
yaitu:
- Jika HACCP tidak diterapkan secara benar maka tidak akan menghasilkan sistem jaminan keamanan yang efektif disuatu industry;
- Bila hanya dilaksanakan oleh satu orang atau kelompok kecil industry tanpa /sedikit input dari seluruh devisi dalam industry,
- Linkungan HACCP dianggap terlalu sempit, yaitu yang hanya terfokus pada keamanan pangan, dan hanya juga untuk pangan.
- Jika HACCP tidak diterapkan secara benar maka tidak akan menghasilkan sistem jaminan keamanan yang efektif disuatu industry;
- Bila hanya dilaksanakan oleh satu orang atau kelompok kecil industry tanpa /sedikit input dari seluruh devisi dalam industry,
- Linkungan HACCP dianggap terlalu sempit, yaitu yang hanya terfokus pada keamanan pangan, dan hanya juga untuk pangan.
Dalam pengembangan PMMT yang
dilakukan oleh Direktorat jendral perikanan,analisa bahaya diharuskan meliputi
3 aspek yaitu:
- Food Safety (keamanan)
- Wholesomeness (keutuhan)
- Economic Fraud (kecurangan ekonomi)
FOOD
SAFETY
Yang dimaksud food safety adalah
keamanan makanan terhadap berbagai macam bahaya yang menurut jenis penyebabnya
dapat dikelompokan menjadi;
1. Bahaya biologis, berasal dari
mikroorganisme yang bersifat pathogen seperti:
- Bakteri (E. coli, Clostorium botulinum, Salmonella spp, Staphilococcus aureus, Vibrio Cholerae); dapat menyebabkan sakit perut, diare, infeksi, keracunan, dan kematian.
- Virus (Hepatitis A, Norwalk); dapat menyebabkan infeksi hati.
- Prozoa atau parasit (Entamoeba histolytica, Ascaris lumbricoides); dapat menyebabkan desentri, diare,kram perut,kehilangan berat badan, infeksi usus dan paru-paru.
2. Bahaya kimiawi, berasal dari:
- Scrombrotoxin (histamine); menyebabkan keracunan,alergi;
- Shellfish toxin:
- Diarrheic shellfish poisoning
(DSP); menyebabkan diare;
- Neurotoxic sheilfish poisoning
(NSP); meyebabkan gangguan syaraf.
- Residu Obat-obatan; menyebabkan keracunan;
- Bahan-bahan kimia yang tidak sengaja ditambahkan ; pestisida,fungisida,herbisida,pupuk, antibiotika,pelumas,cat,pembersih,air raksa, dan lain-lain; dapat menyebabkan keracunan,gangguan fungi organ tubuh, krematian.
3. Bahaya fisika, berasal dari
adanya benda-benda seperti pecahan gelas/kaca,logam (peniti, klip,
stapler,dll), potongan kayu, rambut,serpihan plastic,tulang duri,potongan
kuku,dan sebagainya.
WHOLESOMENESS
(Keutuhan)
Kondisi produk yang berkualitas secara professional tentunya sangat diharapkan.kualitas produk pengolahan yang tidak memenuhi standar mutu hasil perikanan,disebabkan:
Kondisi produk yang berkualitas secara professional tentunya sangat diharapkan.kualitas produk pengolahan yang tidak memenuhi standar mutu hasil perikanan,disebabkan:
a. Dekomposisi.
Proses penyesuaian atau perubahan komponen pada produk perikanan akan diikuti oleh tingkat kemunduran mutu kearah. Banyak factor-faktor yang mengakibatkan perubahan komponen pada produk perikanan akan diikuti oleh tingkat kemunduran mutu kearah rendah. Banyak factor-faktor yang mengakibatkan perubahan komponen pada produk prikanan. Secara garis besar dapat disebutkan factor lingkungan, sarana, prasarana, cara penyimpanan, cara pengolahan, factor biologis dan sebagainya.
Proses penyesuaian atau perubahan komponen pada produk perikanan akan diikuti oleh tingkat kemunduran mutu kearah. Banyak factor-faktor yang mengakibatkan perubahan komponen pada produk perikanan akan diikuti oleh tingkat kemunduran mutu kearah rendah. Banyak factor-faktor yang mengakibatkan perubahan komponen pada produk prikanan. Secara garis besar dapat disebutkan factor lingkungan, sarana, prasarana, cara penyimpanan, cara pengolahan, factor biologis dan sebagainya.
b. Benda-benda Asing.
Benda-benda asing seperti rambut,potongan serangga,cat kuku dan lain-lain sering disebut “filth” akan berpengaruh terhadap nilai suatu produk perikanan. Hal tersebut perlu diantisipasi agar benda-benda asing tersebut jangan sampai berada pada produk perikanan.
Benda-benda asing seperti rambut,potongan serangga,cat kuku dan lain-lain sering disebut “filth” akan berpengaruh terhadap nilai suatu produk perikanan. Hal tersebut perlu diantisipasi agar benda-benda asing tersebut jangan sampai berada pada produk perikanan.
c. Tidak Sesuai Sepesifikasi.
Setiap produk akhir yang akan diperdagangkan harus sesuai dengan label, yang memberikan keterangan tentang :
Setiap produk akhir yang akan diperdagangkan harus sesuai dengan label, yang memberikan keterangan tentang :
- Jenis Produk Akhir
- Ukuran
- Type
- Grade (tingkat mutu)
- Berat bersih produk akhir
- Bahan tambahan makanan
- Asal Negara
- Nomor lisensi unit pengolahan
- Tanggal,bulan,dan tahun produk dibuat.
Economic
Fraud (Kecurangan Ekonomi)
Economic fraud adalah tindakan-tindakan tidak legal atau kecurangan yang dapat menimnulkan kerugin ekonomis, misalnya:
Economic fraud adalah tindakan-tindakan tidak legal atau kecurangan yang dapat menimnulkan kerugin ekonomis, misalnya:
- Salah label
- Kurang berat
- Jenis tidak sesuai label
- Ukuran tidak sesuai
- Bahan tambahan yang salah
Keamanan
Makanan Secara Biologis, Kimia dan Fisika
Didalam
upaya pencegahan agar dapat terpenuhinya mutu yang diharapkan, maka
tindakan-tindakan yang perlu diambil, antara lain :
- Aspek Biologis
- Pengendalian suhu/waktu
- Pemanasan dan pemasakan
- Pendinginan dan pembekuan
- Pengendalian pH
- Penambahan garam atau bahan pengawet
- Pengeringan
- Pengemasan
- Pengendalian sumber
- Pembersih dan sanitasi
- Pemanasan dan pemasakan
- Pendinginan dan pembekuan
- Pengendalian pH
- Penambahan garam atau bahan pengawet
- Pengeringan
- Pengemasan
- Pengendalian sumber
- Pembersih dan sanitasi
2.Aspek Kimiawi
- Pengendalian sumber
- Pengendalian produksi
- Pengendalian pelabelan
- Pengendalian produksi
- Pengendalian pelabelan
3. Aspek Fisika
- Pengendalian sumber
- Pengendalian produksi
- Pengendalian lingkungan
- Pengendalian produksi
- Pengendalian lingkungan
Penerapan
HACCP
Salah
satu alat manajemen mutu yang dapat digunakan adalah Hazard Analysis and
critical control point (HACCP) yang telah banyak dilakukan di berbagai negara
dan telah menjadi salah satu alat pengawasan yang berdasarkan prinsip
pencegahan. Konsep ini telah banyak diterapkan pada industri pangan. Konsep ini
didasarkan atas kesadaran dan pengertian bahwa bahaya akan timbul pada berbagai
titik/tahapan produksi, namun upaya pengendalian dapat dilakukan untuk
mengontrol bahaya tersebut. Melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN)
pemerintah Indonesia juga telah mengadaptasi konsep HACCP menjadi SNI
01-4852-1998 beserta pedoman penerapannya untuk diaplikasikan pada berbagai
industri pangan di Indonesia.
Menurut SNI 01-4852-1998, HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) adalah piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir (end product testing) atau suatu sistem pencegahan untuk keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang zero-risk (tanpa resiko), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan.
Menurut SNI 01-4852-1998, HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) adalah piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir (end product testing) atau suatu sistem pencegahan untuk keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang zero-risk (tanpa resiko), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan.
Bahaya
(hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko secara fisik,
kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan pada manusia. Bahaya-bahaya tersebut dapat dikategorikan ke dalam
enam kategori bahaya, yaitu bahaya A sampai F . Beberapa bahaya yang ada dapat
dicegah atau diminimalkan melalui penerapan prasyarat dasar pendukung sistem
HACCP seperti GMP ( Good Manufacturing Practices) , SSOP ( Sanitation Standard
Operational Procedure) , SOP ( Standard Operational Procedure ), dan sistem
pendukung lainnya.
Untuk
menentukan resiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya, maka dapat
dilakukan penetapan kategori resiko. Dari beberapa banyak bahaya yang dimiliki
oleh suatu bahan baku, maka dapat diterapkan kategori resiko I sampai VI.
Selain itu, bahaya yang ada dapat juga dikelompokkan berdasarkan
signifikansinya. Signifikansi bahaya dapat diputuskan oleh tim dengan
mempertimbangkan peluang terjadinya ( reasonably likely to occur ) dan
keparahan ( severity ) suatu bahaya.
Analisa
bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan suatu rencana
HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka mencegah bahaya keamanan pangan,
maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi dan tindakan pencegahan harus
diidentifikasi. Hanya bahaya yang signifikan atau yang memiliki resiko tinggi
yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan critical control point .
CCP
atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau
prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat
dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada
setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat
ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Masing-masing
titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji dengan
menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP. Decision tree ini berisi
urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu langkah
proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk mengidentifikasi
bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari kontaminasi
silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau beberapa
bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk
mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.
Critical
limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk
setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara “yang diterima” dan
“yang ditolak”, berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis
ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan
batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa
batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini
biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli
di bidang mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
Untuk
menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah komponen
kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki berbagai
komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk. Secara umum
batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu), batas kimia
(pH, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan
sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya,
kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut.
Kegiatan
pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana dan terjadwal
terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa CL
tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel yang
terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai
pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan
(observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu
pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP
perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal
apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.
Tindakan
koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP.
Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung
pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya,
tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua
penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan
diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan
proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta
tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap Verifikasi adalah metode,
prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah
sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan
bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan
HACCP dapat dijamin.
Beberapa
kegiatan verifikasi misalnya:
•
Penetapan
jadwal inspeksi verifikasi yang tepat
•
Pemeriksaan
kembali rencana HACCP
•
Pemeriksaan
catatan CCP
•
Pemeriksaan
catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan untuk
mengamati jika CCP tidak terkendalikan
•
Pengambilan
contoh secara acak
•
Catatan
tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana
HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan.
Verifikasi
harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang
ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada
informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan
oleh produk tersebut.
Dokumentasi
program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga
program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu
tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman
pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan
tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat
ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal
dan dapat juga digunakan oleh operator.
Jaminan
Keamanan Pangan dengan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
Sektor
pertanian merupakan sektor penting yang masih harus dikembangkan serta
membutuhkan penanganan serius guna menunjang laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Untuk dapat bersaing di pasar yang bebas dan kompetitif saat ini,
komoditas pertanian yang dipasarkan harus benar-benar dapat menarik minat
pembeli. Hal ini perlu ditanamkan terhadap pelaku agribisnis bahwa di
dalam produk yang akan dipasarkan haruslah terdapat unsur jaminan kepastian
mutu.
Jaminan
mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen,
Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan terpenting dari seluruh
parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan
atau makanan, penampilannya baik , juga lezat rasanya, tetapi bila tidak aman,
maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.
Hal
ini membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya pengawasan,
pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi bagi jaminan mutu
secara total. Pada tahun-tahun terakhir, konsumen menyadari bahwa mutu pangan
khususnya keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk
akhir dari laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman didapat
dari bahan baku yang ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan
baik akan menghasilkan produk akhir yang baik.
Suatu
langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta adanya tuntutan
dalam pasar bebas, telah dikembangkan suatu sistem jaminan mutu oleh Komite
Standar Internasional/ Codex Allimentarius Commission yang telah diakui
secara internasional yaitu Sistem Jaminan Mutu berdasarkan HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Point). Secara umum konsep HACCP ini merupakan suatu
sistem jaminan mutu yang menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu sejak
bahan baku hingga produk akhir.
Good
Manufacturing Practices (GMP)
GMP
merupakan suatu pedoman bagi industri pangan, untuk memproduksi makanan dan
minuman yang baik. GMP menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor
23/MenKes/SK/1978 meliputi: lokasi dan lingkungan pabrik, bangunan, mutu produk
akhir, peralatan produksi, bahan baku, higiene karyawan, fasilitas sanitasi,
pelabelan, wadah kemasan, penyimpanan, pemeliharaan dan program sanitasi, serta
laboratorium dan pemeriksaan.
Standar
yang digunakan untuk GMP adalah SK MENKES No. 23/MENKES/I/1978 tentang cara
produksi makanan yang baik (CPMB) yaitu meliputi :
1)
lokasi pabrik;
2)
bangunan;
3)
fasilitas sanitasi
4)
peralatan produksi;
5)
bahan;
6)
produk akhir;
7)
laboratorium;
8)
higiene karyawan;
9)
wadah kemasan;
10)
label;
11)
penyimpanan;
12)
pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi; dan
Good
Transporting Practices (GTP)
Good
Transporting Practices merupakan suatu cara pengangkutan atau
pengiriman yang baik yang mampu menjaga agar produk tetap berkualitas dan aman
hingga ketujuan. Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan pengangkutan pangan
adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan
pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan berbagai cara atau sarana
angkutan apa pun dalam rangka produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan.
Good
Transporting Practices ditinjau menurut New Zealand Food
Safety Authhority (2007) :
1. desain
dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya;
2. pembersihan
dan perawatan unit transportasi;
3. higienitas dan kesehatan karyawan;
4. prosedur
operasional penerapan Good Operating Practices pada tahap Loading/unloading,
transfer dan handling produk, serta transportasi produk;
5. dokumen
kontrol dan record keeping; dan
6. verifikasi.
Good
Retailing Practices (GRP)
Pemerintah
memberikan pedoman tentang pelaksanaan ritel yang baik dalam PP no 28 tahun
2004 pasal 8 adalah cara ritel yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara
lain dengan cara:
2. mengatur
cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar tidak
terjadi pencemaran silang;
3. mengendalikan
stok penerimaan dan penjualan;
4. mengatur
rotasi stok pangan sesuai dengan masa kadaluwarsanya; dan
5. mengendalikan
kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu,
kelembagaan, dan tekanan udara.
Standard
Sanitation Operational Procedur (SSOP)
Standard
Sanitation Operational Procedur merupakan aplikasi dari kegiatan GMP
dan merupakan prasyarat terlaksananya sistem HACCP yang efektif. SSOP merupakan
prosedur yang mewajibkan setiap proses dilakukan dalam kondisi dan cara yang
mengaplikasikan sanitasi.
Standard
Sanitation Operating Procedures dibandingkan dengan SSOP menurut
FDA (1995) tentang sanitasi yang terdiri dari delapan aspek yaitu :
1)
keamanan air;
2)
kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan;
3)
pencegahan kontaminasi silang;
4)
kebersihan pekerja;
5)
pencegahan atau pelindungan dari adulterasi;
6)
pelabelan dan penyimpanan yang tepat;
7)
pengendalian kesehatan karyawan; dan
8)
pemberantasan hama .
Analisa Resiko Bahaya
No
|
Bahan Mentah
/ Bahan Tambahan Makanan
|
Kelompok
Bahaya (√)
|
Kategori Resiko
|
|||||
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
F
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan
kelompok bahaya :
A =
Makanan untuk konsumen beresiko tinggi, seperti bayi,orang sakit, orang tua
dsb
B =
Mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya biologis/kimia/fisik
C =
Tidak ada tahap untuk mencegah/menghilangkan bahaya
D =
Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan
E =
Kemungkinan penanganan yang salah selama distribusi /konsumsi
F =
Tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya oleh konsumen
Keterangan Kategori Resiko
Kategori Resiko
|
Karakteristik Bahaya
|
Keterangan
|
0
|
Tidak ada bahaya
|
Tidak mengandung bahaya dari A sampai F
|
I
|
( + )
|
Mengandung SATU bahaya dari B sampai F
|
II
|
( + + )
|
Mengandung DUA bahaya dari B sampai F
|
III
|
( + + + )
|
Mengandung TIGA bahaya dari B sampai F
|
IV
|
( + + + + )
|
Mengandung EMPAT bahaya dari B sampai F
|
V
|
( + + + + + )
|
Mengandung LIMA bahaya dari B sampai F
|
VI
|
A + (Kategori Khusus)
|
Kategori resiko paling tinggi (semua makanan mengandung bahaya A,
baik DENGAN atau TANPA bahaya B sampai F
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar